Fenomena Amber Biru Indonesia

Amber adalah fosil getah pohon (fossilized tree resin) yang dimanfaatkan untuk perhiasan, dekorasi, obat-obatan, dan parfum. Spesimen yang mengandung inklusi serangga atau tanaman purba didalamnya merupakan hal yang sangat penting dari segi keilmuan dan sangat dihargai oleh para kolektor. Amber umumnya berwarna kuning sampai coklat, dan beberapa spesimen menampilkan merah kecoklatan, warna coklat merah atau kemerahan. Amber secara umum banyak ditemukan di daerah Baltik.

‘Amber’ di dalam bahasa kita disebut ‘Katilayu’, Kalyu (sunda), Kapilayu (jawa), Itilayuh (betawi), atau dalam istilah geologi disebut dengan dengan ‘fosil getah damar’, ini berarti tidak hanya dari getah pohon damar yang sudah menjadi fosil melainkan semua jenis pohon. Penghasil amber di Indonesia tersebar di berbagai daerah: Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Jawa.

Amber (bhs.Inggris) berasal dari kata ‘Anbar’ (bhs.Arab), dalam bahasa Latin pada abad pertengahan disebut ‘ambar’, untuk bhs.Perancis kuno disebut ‘ambre’. Semuanya mengacu pada substansi zat seperti lilin padat (yang kini disebut dengan ‘ambergris’: kotoran padat dari ikan paus). Pemahaman dan pengertian ini meluas ke fosil getah pohon pada sekitar tahun 1400-an sejalan dengan memudarnya penggunaan istilah ‘ambergris’. kedua substansi tsb cukup membuat bingung, yang satu dari ‘kotoran ikan paus’, satunya lagi dari ‘getah pohon’, dan keduanya banyak ditemukan di daerah pantai. Ambergris, mengapung di air, sedangkan ‘amber’ tenggelam di air.

Kata ‘ambar’ dibawa oleh para prajurit perang salib ke Eropa. Di Perancis, kata ‘ambre gris’ (dengan spasi, berarti: amber berwarna abu-abu) digunakan untuk ‘ambregris’ (kotoran ikan paus), sedangkan ‘ambre jaune’ (amber kuning) digunakan untuk ‘fosil getah kayu’ yang sekarang disebut dengan AMBER. Amber yang berwarna Biru kuning boleh dianggap langka, ditemukan terutama di Republik Dominika dan sejumlah daerah di Indonesia dan Meksiko. Varietas ini berasal dari getah spesies pohon yang telah punah ‘Hymenaea Protera’ (Iturralde-Vinent dan MacPhee, 1996; Poinar dan Poinar, 1999). Menurut Iturralde-Vinent dan MacPhee (1996), sebagian besar amber Dominika terjadi dalam dua zona: utara dari Santiago de los Caballeros (“daerah utara”) dan timur laut dari Santo Domingo (“daerah timur”).

Bellani et al. (2005) mempelajari amber biru dari Republik Dominika dan mengidentifikasi komponen aromatik hidrokarbon perylene sebagai sumber emisi fluoresensi-dirangsang UV dalam rentang panjang gelombang terlihat 430-530 nm, sehingga warna biru kehijauan yang diamati. Mereka juga menggambarkan warna biru sebagai permainan warna di bawah sinar matahari atau pencahayaan lampu yang setara dengan cahaya siang hari.

Warna biru kehijauan dari amber biru yang berasal dari Republik Dominika dan Indonesia disebabkan oleh rangsangan fluoresensi sinar ultraviolet (UV). Warna fluoresensi biru kehijauan terbatas pada permukaan. Ada dua alasan untuk ini:

sinar UV hanya dapat merangsang fluoresensi biru kehijauan pada permukaan batuan amber, dan
amber sangat menyerap cahaya fluoresensi biru kehijauan dan tidak memungkinkan untuk menembus jauh di bawah permukaan. Jika spesimen lebih tebal, fluoresensi biru kehijauan hanya dapat menembus lapisan sangat tipis dari amber. Dengan demikian, fluoresensi biru hanya muncul di permukaan.

Perubahan warna pada permukaan amber sejalan dengan peningkatan ketebalan: kuning pada wilayah ketebalan kurang dari 3 mm, kuning agak oranye ke oranye kekuningan di sekitar 3-6 mm, oranye pada ketebalan 6-8 mm, dan oranye kemerahan dan merah oranye dimana ketebalan batu lebih dari 8 mm.

[disunting dari: Gems & Gemology, Summer 2014, Vol. 50, No. 2, dan sumber-sumber lain]

sumber link: http://cares.16mb.com/2014/10/fenomena-amber-biru-indonesia/

• Tweet
• Share
• Share
• Share
• Share

About Admin

This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.

Related Post